Belajar mendalami sesuatu dengan cara ikut menyelaminya

Tuesday 3 September 2013

Haruskah Pimpinan Rumah Sakit Tenaga Medis

Dengan telah disahkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit maka telah ada kepastian hukum bagi penyelenggara, penyedia dan pengguna jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Setiap undang-undang pasti ada pihak yang pro dan kontra karena keputusannya sudah masuk ke dalam ranah politis. Dalam pasal 34 ayat (1) yang berbunyi, “Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan” tentu ini merupakan suatu kemunduran dari peraturan sebelumnya yang membolehkan tenaga Kesehatan untuk menjadi pimpinan.
Gambar RSUD Kolonel Abundjani, Merangin
Dalam pengertiaannya Rumah Sakit adalah suatu institusi yang mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dan merupakan institusi yang padat karya. Sumber Daya Manusia yang berkarya di Rumah Sakit terdiri dari berbagai latar belakang profesi dan tentunya harus mempunyai standar kualifikasi yang sudah terstandar sesuai dengan profesi masing-masing.

Seorang teman pada tahun 2010 pernah mengatakan sewaktu dia bekerja menjadi staf ahli di DPR RI, golnya pasal ini dikarenakan anggota Dewan yang hadir dalam memutuskan UU ini kebanyakan dari dokter dan dari tenaga kesehatan lainnya tidak ada.

Jika kita melihat kembali pengertian tenaga medis berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan yang dimaksud dengan tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi. Pengertian dari kemampuan dan keahlian di bidang Perumahsakitan yang diterjemahkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan adalah kemampuan dan keahlian yang didapatkan melalui pendidikan Sarjana Strata 2 (dua) bidang perumahsakitan.

Saat ini belum adanya pengertian tersendiri antara Tenaga Medis Fungsional dengan Tenaga Medis Struktural jika tidak ada maka timbul kerancuan apakah Direktur Rumah Sakit harus tetap melakukan praktik medis karena ingin tetap mempertahankan status keanggotaan di Ikatan Profesinya karena kalau tidak kompetensinya selaku tenaga medis akan hilang. Maka tidak heran ada seorang Direktur RS dari pagi sampai sore duduk di struktural pas pulang kantor kembali ke pelayanan. Bagaimana fungsi kontrolnya kuat sedangkan waktu dan konsentrasinya telah terpecah.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia  Nomor 971/Menkes/Per/Xi/2009 Tentang Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh pejabat struktural adalah:
1. Integritas;
2. Kepemimpinan;
3. Perencanaan;
4. Penganggaran;
5. Pengorganisasian;
6. Kerjasama; dan
7. Fleksibel. 

Sedangkan kompetensi Direktur Rumah Sakit adalah telah mengikuti pelatihan perumahsakitan meliputi Kepemimpinan, Kewirausahaan, Rencana Strategis Bisnis, Rencana Aksi Strategis, Rencana Implementasi dan Rencana Tahunan, Tatakelola Rumah Sakit, Standar Pelayanan Minimal, Sistem Akuntabilitas, Sistem Remunerasi Rumah Sakit, Pengelolaan Sumber Daya Manusia.

Dilihat dari standar yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan itu sendiri tidak ada yang bersinggungan langsung dengan medis. Pertanyaan baru pun muncul, apakah Tenaga Kesehatan yang bukan Medis tidak mampu untuk menguasai seluruh standar tersebut.

Sedari awal di Fakultas Kesehatan Masyarakat pun telah menjawab kebutuhan tersebut dengan membuat peminatan Sarjana peminatan Manajemen Rumah Sakit dan Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit yang mana program mata kuliahnya sudah didisain untuk memenuhi standar yang ada di lapangan.

Dampak luas terhadap aturan penyelenggaraan pengorganisasian Rumah Sakit terutama yang berada di Daerah adalah kesulitan untuk mencari tenaga medis yang benar-benar mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang Perumahsakitan. Jangankan untuk mencari tenaga medis yang layak untuk menjadi pimpinan Rumah Sakit yang sesuai dengan perundangan, sedangkan tenaga medis untuk pelayanan saja masih kurang. Sebenarnya masalah ini sangat mudah diatasi akan tetapi menjadi sulit dipecahkan karena peraturan dibuat atas pertimbangan politis semata bukan berdasarkan pertimbangan yang masak dan tidak dilakukan kajian secara komprehensif.

Jika Negara lain yang pelayanan kesehatannya lebih maju dari Indonesia seperti di Singapura, Eropa dan Amerika mereka mewajibkan Direktur RS mereka Tenaga Medis tentu tidak. Melihat kenyataannya, yang lebih dibutuhkan untuk menjadi Kepala Rumah Sakit adalah menguasai manajemen Rumah Sakit itu sendiri dengan artian selain tenaga medis asalkan menguasai manajemen perumasakitan dan mempunyai pengalaman yang layak sepatutnya diperbolehkan menjadi pimpinan Rumah Sakit.
Share:

Pelala

Total Pageviews