Belajar mendalami sesuatu dengan cara ikut menyelaminya

Monday 23 October 2017

Traveling to Bromo

Siapa yang tidak pernah dengar nama gunung Bromo.. ya, nama gunung yang sudah melegenda sejak zaman dahulu kala. Sampai-sampai ada legendanya.

Umumnya orang cuma kenal Gunung Bromonya saja. Siapa sangka, ternyata daerah ini juga merujuk ke suatu kawasan Tanaman Nasional Bromo-Tengger-Semeru yang berada di Jawa Timur. Terdapat berbagai macam destinasi wisata di sini, mulai dari sunrise sampai ke pemandangan hijau yang menghipnotis mata.

Jika wisatawan ingin menuju ke kawasan ini tidak perlu repot dengan alat transportasi yang digunakan sangat beragam. Dengan adanya penerbangan langsung dari Malang-Jakarta dan Malang-Denpasar mempersingkat waktu perjalanan. Melalui Malang bisa menggunakan mobil yang kemudian menempuh perjalan kurang lebih 2-3 jam ke bromo dengan diteruskan menaiki Hard Top untuk meng-eksplore kawasan Bromo ini.

Penduduk yang mendiami daerah ini dikenal sebagai suku tengger yang mayoritas beragama hindu. Ciri khas penduduk lokal di sini mengenakan kain sarung yang seolah seperti selempang.

Kalian yang hobi dengan view yang bagus dapat menikmati pemandangan sebagai berikut:

1. Pananjakan
Di tempat ini kalian akan dapat menikmati sunrise di pagi hari dan untuk dapat mengabadikan momen ini harus sedini mungkin untuk sampai ke tempat ini.
Salah satu view dari Pananjakan (tampak G. Bromo, G. Batok, G. Semeru)

Selanjutnya kamu akan menikmati view dari atas perkampungan Tengger dan hamparan awan yang menutupi padang pasir.

View dari tangga pananjakan
2. Puncak Gunung Bromo
Jika ingin mencapai ke puncak gunung wisatawan akan menaiki tangga yang lumayan tinggi dan melelahkan. Setelah sampai di atas kita tidak akan merasa kecewa karena dengan lantang dapat melihat hamparan pasir dan gunung batok serta tebing-tebing yang menghampar indah.


View dari puncak Gn. Bromo 
Bagi kamu yang pemula dalam mendaki gunung, Bromo adalah tempat yang tepat untuk itu. Pengunjung akan dapat mendengarkan suara yang menggelegak keluar dari kawah bromo.

Kawah bromo dan asap yang mengebul dari
3. Lautan Pasir
Sepanjang jalan dataran rendah selama mengeksplor kawasan bromo ini jangan heran bumi yang dipijak bukan tanah tetapi pasir yang berwarna hitam.
Lautan pasir tampak dari puncak bromo

4. Bukit Teletubies
Berdasarkan cerita warga setempat tidak tahu siapa yang memberi nama teletubies namun secara sekilas memang terlihat seperti hamparan permadani hijau yang indah dan akan memanjakan mata wisatawan. Di sini terdapat kuda yang disewakan oleh penduduk setempat serta tempat untuk mengopi

Pemandangan bukit teletabis dan kuda
yang disewakan kepada pengunjung

Pemandangan sisi lain dari bukit teletabis



5. Pasir Berbisik
Lokasi ini pernah dijadikan lokasi syuting film layar lebar dan memang seolah pasir ini berbisik (fenomena suara yang muncul dari hembusan angin).

Hard Top di atas padang pasir berbisik














Bagaimana menurut kamu dengan Kawasan Bromo?! Menarik bukan. Tempat ini cocok sekali bagi wisatawan yang ingin menikmati keindahan alam dan dinginnya area pegunungan.
Share:

Monday 9 October 2017

Perlukah Reformasi Birokrasi Rumah Sakit?

Setumpuk persoalan dunia perumahsakitan di Indonesia seperti tidak ada hentinya. Dimulai dari kasus kematian, penelantaran pasien, kekurangan tenaga SDM, dan isu pencemaran lingkungan. Tentunya ini bukanlah sebuah cerita yang membanggakan. Apalagi, jika pemangku kepentingan tidak mengambil pelajaran dan tindakan dari serangkaian peristiwa tersebut sebagai bahan evaluasi terhadap sistem yang berlaku.

Baru-baru ini, kejadian yang menimpa seorang bayi bernama Debora di RS Mitra Keluarga sedang hangat diperbincangkan. Kejadian ini membuka mata publik bahwa tempat layanan kesehatan tidak bersahabat terhadap masyarakat. Sejatinya, rumah sakit merupakan fasilitas yang memberikan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.

Jika ditilik ke belakang, pada bulan Mei lalu seperti dilansir dari liputan6.com (9/5/2017), seorang ibu hamil dilaporkan meninggal di RSUP Kandou Manado atas dugaan keterlambatan tindakan medis. Masih segar juga diingatan publik terhadap meninggalnya pasien ibu hamil, Julia Fransiska Maketey di tempat yang sama. Kasus ini berlanjut ke pengadilan dan hakim telah memutuskan hukuman penjara untuk dokter Ayu dan sejawatnya atas kelalaian yang dilakukan. Bahkan, peristiwa ini memantik protes dari tenaga kesehatan khususnya tenaga medis untuk mogok kerja, tentu hal ini menambah buruk citra insan kesehatan di mata publik.

Aksi Solidiaritas Tenaga Medis (Sumber: https://goo.gl/iCxrbC)
Ketimpangan jumlah tenaga medis selalu dijadikan alasan ketidak optimalnya layanan kesehatan di pusat layanan kesehatan. Bagaimana tidak, rasio dokter terhadap 100.000 penduduk Indonesia di tahun 2015 menurut Kemenkes adalah 16,06 dokter. Angka jauh lebih rendah dari target pemerintah yaitu 45 dokter/100.000 penduduk pada tahun 2019. Salah satu penyebabnya adalah banyak dari dokter bekerja di luar fungsi layanan medis, seperti di bidang manajerial rumah sakit.

Adanya peraturan perundang-undangan mengenai keharusan rumah sakit dipimpin oleh tenaga medis (dokter dan dokter gigi) menjadi persoalan di beberapa daerah yang terbatas tenaga medis. Di sisi lain, timbul kerancuan apakah direktur rumah sakit tetap melakukan praktik medis untuk mempertahankan status profesinya atau melepaskannya. Kareanya tidak mengherankan di pagi hari menjadi pimpinan di struktural dan setelah jam kantor berpraktik di luar. Secara tidak langsung kondisi ini berkontribusi terhadap ketersedian tenaga praktisi medis atau mungkin saja dapat menurunkan mutu layanan.

Pengelolaan lingkungan khususnya limbah rumah sakit di Indonesia masih menjadi persoalan. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia, pada tahun 2015 hanya 256 dari 2.488 rumah sakit atau 10,29%-nya saja yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai dengan standar. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengelola rumah sakit masih belum serius akan pentingnya pengelolaan lingkungna untuk meminimalisir dampak merugikan terhadap kehidupan sekitar.

Komitmen regulator dalam bentuk kebijakan yang dapat menjawab persoalan di tingkat operasional sangat penting dilakukan. Setidaknya kesalahan sistem pada tataran strategis diharapkan dapat dicegah dan dikelola.

Sumber: Profil kesehatan Indonesia 2015, liputan6.com
-------
Artikel di atas pernah ditayangkan di UC Wemedia pada tanggal 14 September 2017 dengan perubahan (http://tz.ucweb.com/9_1ETvl).
Share:

Pelala

Total Pageviews