Dengan
telah disahkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit maka telah
ada kepastian hukum bagi penyelenggara, penyedia dan pengguna jasa pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit. Setiap undang-undang pasti ada pihak yang pro dan
kontra karena keputusannya sudah masuk ke dalam ranah politis. Dalam pasal 34 ayat (1) yang berbunyi, “Kepala rumah sakit
harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang
perumahsakitan” tentu ini merupakan suatu kemunduran dari peraturan sebelumnya
yang membolehkan tenaga Kesehatan untuk menjadi pimpinan.
Gambar RSUD Kolonel Abundjani, Merangin |
Dalam pengertiaannya Rumah Sakit adalah
suatu institusi yang mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna dan merupakan institusi yang padat karya. Sumber
Daya Manusia yang berkarya di Rumah Sakit terdiri dari berbagai latar belakang
profesi dan tentunya harus mempunyai standar kualifikasi yang sudah terstandar
sesuai dengan profesi masing-masing.
Seorang teman pada tahun 2010 pernah
mengatakan sewaktu dia bekerja menjadi staf ahli di DPR RI, golnya pasal ini
dikarenakan anggota Dewan yang hadir dalam memutuskan UU ini kebanyakan dari
dokter dan dari tenaga kesehatan lainnya tidak ada.
Jika kita melihat kembali pengertian
tenaga medis berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
1996 Tentang Tenaga Kesehatan yang dimaksud dengan tenaga medis meliputi dokter
dan dokter gigi. Pengertian dari kemampuan dan keahlian di bidang
Perumahsakitan yang diterjemahkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan adalah
kemampuan dan keahlian yang didapatkan melalui pendidikan Sarjana Strata 2
(dua) bidang perumahsakitan.
Saat ini belum adanya pengertian tersendiri antara Tenaga Medis Fungsional dengan Tenaga Medis Struktural jika tidak ada maka timbul kerancuan apakah Direktur Rumah Sakit harus tetap melakukan praktik medis karena ingin tetap mempertahankan status keanggotaan di Ikatan Profesinya karena kalau tidak kompetensinya selaku tenaga medis akan hilang. Maka tidak heran ada seorang Direktur RS dari pagi sampai sore duduk di struktural pas pulang kantor kembali ke pelayanan. Bagaimana fungsi kontrolnya kuat sedangkan waktu dan konsentrasinya telah terpecah.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 971/Menkes/Per/Xi/2009 Tentang Standar Kompetensi
Pejabat Struktural Kesehatan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh
pejabat struktural adalah:
1. Integritas;
2. Kepemimpinan;
3. Perencanaan;
4. Penganggaran;
5. Pengorganisasian;
6. Kerjasama; dan
7. Fleksibel.
Sedangkan kompetensi Direktur Rumah Sakit adalah
telah mengikuti pelatihan perumahsakitan meliputi Kepemimpinan, Kewirausahaan,
Rencana Strategis Bisnis, Rencana Aksi Strategis, Rencana Implementasi dan
Rencana Tahunan, Tatakelola Rumah Sakit, Standar Pelayanan Minimal, Sistem
Akuntabilitas, Sistem Remunerasi Rumah Sakit, Pengelolaan Sumber Daya Manusia.
Dilihat dari standar yang dibuat oleh Kementerian
Kesehatan itu sendiri tidak ada yang bersinggungan langsung dengan medis.
Pertanyaan baru pun muncul, apakah Tenaga Kesehatan yang bukan Medis tidak
mampu untuk menguasai seluruh standar tersebut.
Sedari awal di Fakultas Kesehatan Masyarakat pun telah
menjawab kebutuhan tersebut dengan membuat peminatan Sarjana peminatan
Manajemen Rumah Sakit dan Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit yang
mana program mata kuliahnya sudah didisain untuk memenuhi standar yang ada di
lapangan.
Dampak luas terhadap aturan penyelenggaraan
pengorganisasian Rumah Sakit terutama yang berada di Daerah adalah kesulitan
untuk mencari tenaga medis yang benar-benar mempunyai kemampuan dan keahlian di
bidang Perumahsakitan. Jangankan untuk mencari tenaga medis yang layak untuk
menjadi pimpinan Rumah Sakit yang sesuai dengan perundangan, sedangkan tenaga medis untuk pelayanan saja
masih kurang. Sebenarnya masalah ini sangat mudah diatasi
akan tetapi menjadi sulit dipecahkan karena peraturan dibuat atas pertimbangan politis semata bukan berdasarkan pertimbangan yang masak dan tidak dilakukan kajian secara komprehensif.
Jika Negara lain yang pelayanan kesehatannya lebih maju dari Indonesia seperti di Singapura, Eropa dan Amerika mereka mewajibkan Direktur RS mereka Tenaga Medis tentu tidak. Melihat kenyataannya,
yang lebih dibutuhkan untuk menjadi Kepala Rumah Sakit adalah menguasai
manajemen Rumah Sakit itu sendiri dengan artian selain tenaga medis asalkan
menguasai manajemen perumasakitan dan mempunyai pengalaman yang layak
sepatutnya diperbolehkan menjadi pimpinan Rumah Sakit.